Blogroll

GN

Minggu, 26 Februari 2012

Tomy Winata Khawatir Bisnisnya Terancam Akibat Berita The Age

Tomy Winata Khawatir Bisnisnya Terancam Akibat Berita The Age

Tomy Winata Khawatir Bisnisnya Terancam Akibat Berita The Age
Wahyu Daniel – detikFinance

Jakarta – Pengusaha Tomy Winata merasa terusik dengan pemberitaan dua media Australia yang mengatakan adanya ‘hubungan khususnya’ Ibu Negara Ani Yudhoyono. Pemberitaan tersebut mengganggu hubungannya dengan mitra usahanya.


“Mitra usaha saya terganggu. Ini bisa menghancurkan kinerja usaha kami, dan ini dampaknya bukan pada saya dan keluarga saya. Tapi ada 1 juta rumah tangga yang saya nafkahi saat ini. Itu yang dilakukan Harian The Age dan Sydney Morning Herald,” tutur pria yang akrab disapa TW saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu (13/3/2011) lalu.

Bos Artha Graha ini sangat cemas terhadap pengaruh pemberitaan tersebut kepada perkembangan bisnisnya.
“Ada mitra saya yang sekarang cepat-cepat menunda meeting dengan saya. Ini jadi indikator. Jadi mereka (mitra bisnis) yang biasanya tak pernah mendelay komitmen, sekarang sudah mulai menghindari komitmen. Saya tahu tandanya, karena 35 tahun saya di market,” papar TW.

Karena itu, TW mengirim surat hak jawab kepada dua media Australia tersebut yang rencananya dikirim hari ini. Dia membantah semua pemberitaan yang ada.

Seperti diketahui, dua media Australia tersebut memberitakan kawat diplomatik Kedubes AS yang dibocorkan Wikileaks. Salah satunya menyebutkan keluarga Presiden SBY menerima gelontoran dana dari Tomy Winata lewat perantara TB SIlalahi.

Dalam bocoran kawat diplomatik Kedutaan Besar (Kedubes) AS yang dirilis WikiLeaks kepada The Age disebutkan, diplomat-diplomat Amerika menekankan adanya dugaan hubungan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan para pengusaha Indonesia, khususnya Tomy Winata, yang diduga sebagai figur dan anggota dunia hitam “Gang Sembilan” atau “Sembilan Naga,” sebuah sindikat perjudian terkenal.
(dnl/qom)
—–
Membedah Lingkaran Setan
Reporter: Adhi/Dani/Eka
Adil – Jakarta, Telinga penguasa Daerah Istimewa Yogyakarta sontak
memerah. Gubernur dan Kapolda, ditantang bandar judi. Sri Sultan H.B.
X dan Brigjen Pol. Johanes Wahyu Saronto melarang judi mickey mouse
di arena judi Mahkota di Jl. Tanjung Baru. Tapi, geng bandar judi,
Irawan Sutanto, Gani dan Heru, cuek saja. Hingga kini, ketiga bandar
itu masih membuka perjudian di arena Mahkota.
Tak hanya di Yogyakarta. Irawan cs. buka cabang di Surabaya. Operator
di Yogyakarta diserahkan pada Jusuf dan Rohadji. Sedang di Surabaya,
Irawan cs. menyerahkan pelaksanaannya ke Widodo. Selain Irawan dkk.,
usaha judi di Kota Pahlawan itu juga digelar Iwan, Oentoro, Wee Fan,
dan Jhoni F. Pasar Atom, Andhika Plaza, dan Darmo Park adalah daerah
perjudian elite.

Di pentas judi nasional, ada beberapa nama. Sebutlah Wang Ang
(Bandung), Pepen (Manado), Firman (Semarang), Olo Panggabean (Medan
dan Aceh) serta Handoko (Batam, Tanjungpinang dan sekitarnya). Belum
di daerah lainnya. Kini, Olo melakukan ekspansi bisnis perjudiannya
hingga Depok dan Bogor. Pertarungan kian seru. Daerah Batam,
Palembang, Riau, Balai Karimun, dan Bagansiapi-api, sekarang di bawah
kekuasaan seorang pria bernama Rustam.
Memang, Rustam dapat titah mengurusi pusat perjudian di daerah. Ada
juga Eng Sui dan Eng San. Keduanya mengelola bisnis judi, meliputi,
judi bola tangkas, toto gelap, kasino, mickey mouse, rolet dsb. Tugas
lain; keduanya pun bertindak selaku pengontrol keluar masuknya uang
haram itu.
Masih segaris Rustam, Eng Sui, dan Eng San, pun ada nama Arief
Prihatna. Di dunia persilatan judi, Arief dikenal dengan nama Cocong.
Tugas Cocong adalah mendekati lalu memberi upeti kepada oknum aparat
keamanan. Mulai, tingkat Kepolisian Sektor hingga Mabes Polri. Guna
melancarkan kerjanya, Cocong dibantu anak buahnya. Misal Rudi, Abaw,
Manti, Lim Seng dan Hadi.

Rustam, Eng Sui, Eng San, dan Cocong merupakan kaki tangan Tommy
Winata. Ia disebut-sebut sebagai God Father. ”Kita memakai nama
singkatan si TW (Tommy Winata),” kata bekas bandar judi yang kini
mengasuh Ponpes At-Taibin, Anton Medan. Sebab, menurut mantan raja
judi itu, TW menguasai saham, perbankan, narkotika dan obat
terlarang, hingga ke penyelundupan.

Anton Medan mengungkapkan tempat bermain judi terbesar di Jakarta
adalah Gedung ITC Mangga Dua, Jakarta Barat. Di sini bandar-bandar
judi kumpul. Mereka merajut jaringan di Jakarta serta seluruh
Indonesia. Jaringan itu mengerucut pada sembilan orang, yang kemudian
dikenal dengan “Gang of Nine” atau “Nine Dragons”, atau disebut
kelompok Sembilan Naga.

Selain Tommy Winata dan Cocong, nama lain yang termasuk Sembilan
Naga; disebut-sebut, Yorrys T. Raweyai, Edi “Porkas” Winata, Arie
Sigit, Jhony Kesuma, Kwee Haryadi Kumala, Iwan Cahyadi serta Sugianto
Kusuma (Aguan). Yorrys sebagai “panglima” yang mengamankan operasi
kelompok ini. Tapi ia membantah. Juga, Arie membantah soal
keterkaitannya dalam Sembilan Naga.

Perputaran uang di Gedung ITC Mangga Dua mencapai Rp 10 miliar hingga
Rp 15 miliar tiap malam. Jumlah itu lebih besar dibandingkan di
bisnis judi milik Rudi Raja Mas. Tapi, dalam semalam, ia mengeruk
keuntungan sebesar Rp 5 miliar. Satu bulan, Rp 150 miliar. Fantastis.
Selain di darat, Rudi juga punya usaha perjudian di Pulau Ayer,
Kepulauan Seribu. Di sana, ia berkongsi dengan bandar judi lain;
Hasten, Arief, Cocong, Edi, dan Umar.

Rudi juga punya koran yang terbit di Jakarta. ”Media massa itu
berguna membangun opini di masyarakat bahwa perjudian memberi
keuntungan,” kata Anton Medan. Kesuksesan Rudi membangun imperium
bisnis perjudiannya, tak lepas dari peran Gubernur DKI Jakarta,
Sutiyoso. Bahkan, perkenalan Rudi dan Sutiyoso, sudah lama. ”Rudi
dekat Sutiyoso, sejak Sutiyoso bertugas di Kodam (Jaya),” terang
Anton yang kini punya nama H. Ramdhan Effendi.

Pemain lain di meja perjudian adalah Apoh. Dia merupakan mantan anak
buah Anton Medan. Apoh punya beberapa lokasi yang jadi arena judi
mickey mouse cukup besar. Misal di kawasan Glodok, Kelapa Gading,
Mangga Besar, Green Garden dan Jl. Kejayaan, Jakarta Barat. Apoh
meraup untung; Rp 2 miliar.

Sumber di Mabes Polri menyebut, para bandar judi tersebut yang
menguasai mafia judi di beberapa titik di Indonesia. Bahkan, mereka
sudah masuk di dalam mafia judi Hong Kong dan Singapura. Bandar-
bandar judi di Singapura, Malaysia dan Makao itulah yang gerah dengan
lokalisasi perjudian di Pulau Seribu. Sebab, kata Rizal Hikmat dari
LP3-UI, jaringan mereka terpotong.

Tentu, kehadiran lokasi-lokasi judi ini telah melahirkan banyak
centeng. Juga, tukang pukul yang menjaga lokasi. Asal-asul mereka,
beragam. Salah satu dari ormas. Seorang sumber di bisnis perjudian
mencatat adanya tiga ormas yang terkait dengan usaha beking
perjudian. ”Salah satunya, ormas partai,” katanya. Juga, ormas
Islam disebut-sebut terlibat di dalamnya. Kehadiran ormas Islam –
kalau benar– makin menyulitkan judi diberantas. Karena, menurut
Anton, saat ini perjudian sudah seperti lingkaran setan.
(kar)

H. Anton Medan, Mantan Bandar Judi/Pengasuh Ponpes At-Taibin
Kita Pakai Singkatan TW
Anda setuju soal melokalisasi perjudian?
Jika tujuannya untuk APBD, umat Islam harus menolak. Tapi untuk
mencegah judi kolektif alias kasino, boleh saja. Dibicarakan juga,
judi masalnya. Ada dua bentuk perjudian. Judi kolektif atau kasino.
Dampak kasino tidak langsung terhadap masyarakat bawah, orang
tertentu saja. Yang berbahaya, judi massal, contohnya, togel, Pa
Kong, Sampurna, Bola Mas, dan Wah Woi.

Judi kasino dilokalisir, Anda setuju?
“Setuju”. Maksudnya, disahkan Keppres. Kalau disahkan kebijakan
gubernur karena otonomi daerah, semua daerah boleh buka, saya gempur
habis dengan massa saya. Tapi kalau Keppres, Indonesia hanya ada satu
keputusan. Umat Islam tidak boleh masuk dan jadi karyawan. Jika itu
yang dilakukan, saya mendukung. Dengan catatan, aturan judi di pasal
303 KUHP, direvisi.
Bagian mana yang perlu direvisi dari pasal 303 KUHP?
Ada klasifikasi jelas bentuk judi kolektif dan judi massal. Sanksinya
pun harus ditambah bagi yang pasang badan. Karena, tidak pernah ada
bos judi masuk penjara. Kapan bos judi masuk penjara, kecuali Hong
Li.20Apa dengan melokalisasi judi kolektif sudah menjawab persoalan?
Menurut saya tidak.

Kenapa?
Yang meresahkan masyarakat; judi massal seperti togel. Padahal togel
bisa dicegah. Barang bukti lengkap. Pengecer diseret hukuman minimal
5 tahun. Siapa yang berani pasang badan?
Sebenarnya ada apa di balik lokalisasi perjudian?
Sutiyoso dimanfaatkan Tommy Winata. Tanpa disadari, Sutiyoso masuk
dalam jebakan. Yang terpenting, itu proyek besar, yang mengeluarkan
kebijakan. Nilai kontraknya bisa mencapai Rp 50 miliar hingga Rp 100
miliar.

Indikasinya?
Anda cek di Pulau Seribu. Judi mickey mouse ada atau tidak? Ada.
Menurut bupati, judi di Pulau Seribu dikelola grup Rudi Raja Mas,
pemilik koran di Jakarta. Ada Tommy Winata, Ali Cocong, dan Eng San.
Jika Apoh, sepertinya tidak. Sebab, ia bekas anak buah saya. Ini
sangat mengerikan, seorang bandar judi gelap punya media massa.
Siapa yang berkepentingan dengan lokalisasi perjudian?
Kepentingan pejabat untuk kekayaan pribadi. Kita tidak dapat
menyalahkan bos judi, Tommy Winata, Rudi, Ali Cocong dsb. Kita tidak
bisa salahkan. Kenapa? Mereka bisnis. Naluri bisnis itu semudah-
mudahnya. Sekarang yang diuji kan moral, mentalitas dan etika pejabat.
Bagaimana peta perjudian saat ini?
Ada oknum Angkatan Darat yang ikut campur tangan. Sutiyoso dari
Angkatan Darat (AD). Tommy Winata dengan kekuatan AD. Kalau Apoh, dia
murni upeti dengan polisi. Sejak reformasi, tokoh-tokoh yang tadinya
tidak berperan, sekarang muncul.

Siapa God Father (penguasa) dari bisnis perjudian ini?
Ya… itu, kita pakai nama singkatan si TW. Karena apa? untuk
membuktikan, dia tidak di lokasi. Kan sulit. Tapi, sopir taksi pun
tahu, kalau TW itu punya Tommy Winata. Semua orang tahu, mereka juga
kan? Namun, bisa tidak dibuktikan. Tak pernah yang namanya bos judi
turun langsung ke lapangan. Kenapa koin kok tidak uang kontan? Karena
kalau digerebek tak jadi masalah, uang dapat dikembalikan dari hasil
penukaran koin. Kalau polisi menangkap sulit dengan barang bukti
duit. Paling yang ada, receh-receh.

Kenapa Tommy Winata ditakuti terutama di kalangan etnis Tionghoa?
Siapa yang takut? Demi Allah, saya tidak takut pada dia. Dia makan
nasi. Dulu, siapa yang tidak kenal raja judi Hong Li. Habis oleh
saya. Lantas, saya naik bendera. Karena saya masuk Islam, haram buat
saya, saya jauhi. Tapi, bekas anak buah saya tidak sedikit. Sekarang,
Apoh big boss. Dia, anak buah saya. Apa saya ngiler dengan harta
mereka? Tidak.

Tommy Winata bisnis judi togel dan ketangkasan?
Dari bola tangkas, togel, kasino, HPH, sampai bursa efek. Sekarang,
dia rajanya. Dia punya majalah yang terbit di Ibukota.

Siapa beking mereka?
Kalau dibilang upeti, oknum dari tingkat Polsek sampai Mabes Polri
tidak sedikit yang menolak (upeti). Mulai tingkat Koramil sampai
Kodam, banyak yang menerimanya. Kalau tidak dikasih upeti, digerebek.
Contoh, Hendarji (dulu di Pomdam Jaya, kini Wakil Danpuspom),
nggerebek judi. Kenapa? Boleh jadi, tidak dapat jatah. Marinir juga
ikut nggerebek, coba. Lucu kan?

Berapa upeti bandar judi ke polisi?
Kapolsek bisa Rp 5 juta hingga Rp 10 juta tiap minggu. Kapolres
seminggu dapat Rp 20-50 juta. Kapolda, Rp 100 juta. Perwira Mabes
Polri bisa Rp 500 juta. Bayangkan. Ketika Sofjan Jacoeb jadi Kapolda,
ia minta bantuan pada saya, Rp 1 miliar. Ia bilang, ”Tolong Pak Haji
Anton, saya meminta satu miliar”. Saya menjawab, ”Limaratus juta
deh karena tempat kita tidak ramai”. Lantas, ia bilang, ”Kalau Anda
tidak sanggup memberikan ya jangan buka”. Kapolda saja, Rp 1 miliar.
Bayangkan, saja.
Berapa total upeti yang dikeluarkan bandar judi tiap bulan?
Besar sekali. Tapi, jika untuk judi, itu tidak terlalu besar. Yang
besar untuk perempuanlah, yang tiketlah, yang tamulah, kemudian mau
beli tanah untuk bangunanlah, anaknya mau kawinlah, segala macam.

Mereka minta terang-terangan?
Biasanya, dia melalui ajudannya. ”Tolong kamu hubungi, nanti saya
yang ngomong dengan Anton”. Begitu sudah berbicara dengan saya,
tolong dong, ini, ini, ini. Ya dijalani. Jika tidak dijalani, ia
menyuruh anak buahnya untuk menangkap.

Siapa yang menikmati uang judi?
Dari Kepala Pos Polisi, Kapolsek, Kapolres, Kapolwil, Kapolda, sampai
ke perwira tinggi di Mabes Polri, menikmati uang judi. Lalu, dari
Danramil, sampai ke Pangdam. Kemudian, oknum wartawan yang biasa
mangkal di Polsek sampai Mabes Polri, juga. Bukan cuma oknum polisi,
tentara dan wartawan, namun sudah sampai ke oknum jaksa, hakim,
bahkan lembaga pemasyarakatan.
Saya tidak katakan bahwa Pak Makbul (Kapolda Metro Jaya) pernah
menerima jatah. Tapi saat saya membuka kasino gelap, ia Kapolsek
Taman Sari. Hari Montolalu dulunya Kapolsek Penjaringan. Nurfaizi,
Kapolres 702. Noegroho Djajoesman, dulu Kapolres Jakarta Pusat.
Pokoknya semua. Dengan logika, apa hubungan saya dengan mereka.
Tinggal bagaimana Anda menerjemahkan.

Bagaimana dengan organisasi kepemudaan?
Zaman saya, organisasi pemuda, saya tidak menyebutkan siapa ia tapi
Anda dapat mengasumsikan. Dulunya, siapa organisasi kepemudaan yang
terkenal? Kini, sampai pada oknum ormas Islam. Jika dia tak
mengatasnamakan ormas, tapi orang tahu dia berada di ormas. Juga OKP,
bahkan mereka membekingi.

Partai juga kebagian upeti?
Zaman saya, tidak. Partai cuma PPP, PDI, dan Golkar. Semua, tak ada
itu. Tidak saya pandang kok. Seperti, PP (Pemuda Pancasila), juga
tidak ada. Paling, saya merekrut jagoan-jagoannya. Dia mau ambil
jatah jagoan, gue jagoan. Kalau lu kuat tahan bacok, lu nggak apa-apa
lawan gue. Kalau saya kasih, itu paling hanya kebijakan antara teman.
Tapi, kalau untuk oknum wartawan dan aparat memang harus dikasih.
Daripada digerebek terus ditutup, ya dikasih.

Siapa di belakang Yayasan Bina Dana Sosial?
Siapa yang dulu mengelola SDSB? Kini sudah bergeser. Tadinya tidak
punya peran, sekarang muncul dengan nama yayasan. Tapi di belakangnya
tetap si Tommy Winata, Rudi Raja Mas, Ali Cocong dan Engsan. Kelompok
Delapan itu kan mereka. Mereka masih berperan besar. Perputaran uang
di Harco Mangga Dua, Rp 1 triliun tiap hari.
(kar/dan/ad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar